Sejarah Singkat
Banyak buku-buku
sejarah yang menuliskan tentang Candi Borobudur akan tetapi kapan Candi
Borobudur itu di dirikan tidaklah dapat di ketahui secara pasti namun suatu
perkiraan dapat di peroleh dengan tulisan singkat yang di pahatkan di atas
pigura relief kaki asli Candi Borobudur ( Karwa Wibhangga ) menunjukan huruf
sejenis dengan yang di dapatkan dari prasati di akhir abad ke-8 sampai awal
abad ke-9 dari bukti-bukti tersebut dapat di tarik kesimpulan bahwa Candi
Borobudur di dirikan sekitar tahun 800 M. Kesimpulan tersebut di atas itu ternyata
sesuai benar dengan kerangka sejarah Indonesia pada umumnya dan juga sejarah
yang berada di daerah Jawa Tengah pada khususnya periode antara abad ke-8 dan pertengahan
abad ke-9 di terkenal dengan abad Emas Wangsa Syailendra kejayaan ini di tandai
di bangunnya sejumlah besar candi yang di lereng-lereng gunung kebanyakan
berdiri khas bangunan hindu sedangkan yang bertebaran di dataran-dataran adalah
khas bangunan Budha tapi ada juga sebagian khas Hindu. Dengan demikian dapat di
tarik kesimpulan bahwa Candi Borobudur di bangun oleh wangsa Syailendra yang
terkenal dalam sejarah karena karena usaha untuk menjungjung tinggi dan
mengagungkan agama Budha Mahayana.
Demikian karena terbengkalai
tak terurus maka lama-lama di sana-sini tumbuh macam-macam tumbuhan liar yang
lama kelamaan menjadi rimbun dan menutupi bangunannya. Pada kira-kira abad ke-10
Candi Borobudur terbengkalai dan terlupakan. Baru pada tahun 1814 M berkat
usaha Sir Thomas Stamford Rafles Candi Borobudur muncul dari kegelapan masa
silam. Rafles adalah Letnan Gubernur Jendral Inggris, ketika Indonesia di
kuasai/dijajah Inggris pada tahun 1811 M-1816 M. Pada tahun 1835 M seluruh
candi di bebaskan dari apa yang menjadi penghalang pemandangan oleh Presiden
kedua yang bernama Hartman, karen begitu tertariknya terhadap Candi Borobudur
sehingga ia mengusahakan pembersihan lebih lanjut, puing –puing yang masih
menutupi candi di sigkirkan dan tanah yang menutupi lorong – lorong dari
bangunan candi di singkirkan semua shingga candi lebih baik di bandingkan
sebelumnya.
Kondisi Geografis
Candi
Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang,
Propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis terletak di 70.361.2811 LS dan
1100.121.1311 BT. Lingkungan geografis Candi Borobudur dikelilingi oleh Gunung
Merapi dan Merbabu di sebelah Timur, Gunung Sindoro dan Sumbing di sebelah
Utara, dan pegunungan Menoreh di sebelah Selatan, serta terletak di antara
Sungai Progo dan Elo. Candi Borobudur didirikan di atas bukit yang telah
dimodifikasi, dengan ketinggian 265 dpl.
Batas wilayah Desa
Borobudur sebelah utara Desa Bumiharjo dan mengalir Sungai Progo yang
berbatasan langsung dengan Kecamatan Mungkid, sebelah timur Desa Wanurejo,
sebelah selatan Desa Tuksongo, sebelah barat Desa Karangrejo dan Desa Wringin
Putih
Kondisi Demografis
Mayoritas
penduduk Desa Borobudur beragama Islam. Jemaah Muhamadiyah banyak terdapat di
sebelah barat dan utara candi, sedangkan jemaah NU banyak berada di sebelah
timur dan selatan candi. Selain itu terdapat juga pemeluk agama Katholik yang
gerejanya berada di dusun Ngaran.
Kondisi Budaya
Candi Borobudur merupakan hasil kebudayaaan indonesia yang
sangat berharga dan menujukan adanya nilai yang sangat tinggi yang dapat
dilihat dari seni bangunan, seni rupa, yang terdiri dari seni lukis, termasuk
relief, seni patung, dan seni kerajinan. Dilihat dari segi sosial Candi
Borobudur ini dapat dijadikan sebagai sarana sosialisasi bagi masyarakat
sekitarnya menjadikan Candi Borobudur sebagai objek wisata budaya membawa
dampak positif terhadap bangunan dan situsnya, perlindungan dan pelestarian
sumber daya budaya ini semakin diperhatikan. Pemintakatan (zonasi) yang
dilakukan di situs Candi Borobudur merupakan salah satu upaya untuk melindungi Candi
Borobudur dari kerusakan baik yang disebabkan oleh faktor manusia dan binatang
maupun fatktor alam.
Dampak ekonomi dalam konteks
penelitian ini adalah aktivitas-aktivitas baru untuk memperoleh penghasilan
atau sarana untuk bertahan hidup, yang muncul sebagai akibat adanya perubahan
pemanfaatan Candi Borobudur setelah dilaksanakannya pemugaran.
Aktivitas untuk
memperoleh penghasilan ini dapat berupa pola-pola baru, misalnya tukar-menukar
barang ataupun jasa seperti munculnya rumah-rumah makan, hotel, pengasong, dan
industri kerajinan. Jika ada dampak ekonomi positif seperti dikemukaan di atas,
tentu saja ada juga dampak negtifnya. Dampak negatif terjadi pada beberapa
orang yang tanahnya harus dibebaskan untuk pembangunan Taman Wisata Candi
Borobudur. Sebagian dari mereka ada yang dapat ditampung sebagai karyawan taman
wisata tersebut, sebagian lagi mendapat prioritas untuk memperoleh tempat
berjualan atau membuka usaha di sekitar taman wisata, sedangkan sebagian yang
lain hanya memperoleh ganti rugi. Mereka yang termasuk dalam kategori terakhir
inilah yang tampak memperoleh dampak negatif
Hasil Pengamatan Dan Penelitian
Berdasarkan prasasti berangka Tahun 824 M dan Prasasti Sri Kahulunan 842
M, pendiri Candi Borobudur adalah Smaratungga yang memerintah tahun 782-812 M
pada masa dinasti Syailendra. Candi Borobudur dibangun untuk memuliakan agama
Budha Mahayana. Menurut Raffles berdasarkan
keterangan yang ia kumpulkan dari masyarakat luas, Budur merupakan bentuk lain
dari budo yang dalam bahasa Jawa berarti kuno. Tetapi bila dikaitkan dengan
Borobudur berarti boro jaman kuno, jelas tidak mengandung suatu pengertian yang
dapat dikaitkan dengan Candi Borobudur. Maka raffles menampilkan keterangan
yang lain yakni boro berarti agung dan budur disamakan dengan budha. Maka
dengan demikian Borobudur berarti sang budha yang agung. Namun bhara dalam
bahasa Jawa konu dapat diartikan banyak, maka Borobudur berarti budha yang
banyak. Jika dikaji dengan teliti maka keterangan yang dikemukakan Raffles
memang tidak ada yang memuaskan “boro jaman kuno” kurang mengena “sang budha
yang agung” maupun “budha yang banyak” kurang mencapai sasaran. Perubahan kata
budha menjadi budur misalnya, perubahan demikian dapat diterangkan dari segi
ilmu bahasa, karena sukar diretima. Inilah sebabnya banyak usaha lain untuk
member tafsiran pada Candi Borobudur dengan tepat.
Candi Borobudur memiliki 10 tingkat yang terdiri dari 6 tingkat berbentuk
bujur sangkar, 3 tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama
sebagai puncaknya. Di setiap tingkat terdapat beberapa stupa. Seluruhnya
terdapat 72 stupa selain stupa utama. Di setiap stupa terdapat patung Buddha.
Sepuluh tingkat menggambarkan filsafat Buddha yaitu sepuluh tingkatan
Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha di
nirwana. Kesempurnaan ini dilambangkan oleh stupa utama di tingkat paling atas.
Struktur Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur mandala
yang menggambarkan kosmologi Buddha dan cara berpikir manusia.
Kamadhatu
adalah Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu,
yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah".
Rupadhatu
adalah Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada dindingnya
dihiasi galeri relief oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya
berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri
dari nafsu, tetapi masih
terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas.
Arupadhatu
adalah Berbeda dengan lorong-lorong Rupadhatu
yang kaya akan relief, mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak
berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa
atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini
melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala
keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana.
Papan Larangan pada Candi Borobudur |
Pada Candi
Borobudur terdapat larangan-larangan yang berlaku untuk pengunjung yaitu
dilarang duduk pada stupa, dilarang membawa makanan dan minuman, dilarang
memanjat, dilarang membawa binatang, dilarang merokok dan lain-lain. Larangan
ini diberlakukan untuk menjaga kondisi candi agar tidak cepat rapuh. Setiap
pengunjung yang masuk ke Candi Borobudur diharuskan memakai kain batik yang
telah disediakan oleh petugas. Ini bertujuan untuk melestarikan budaya dan
memperkenalkan batik kepada wisatawan mancanegara.
Penduduk di sekitar Candi Borobudur
mayoritas menganut agama Islam, ini disebabkan karena agama Budha meninggalkan Borobudur
akibat terjadinya bencana alam. Candi Borobudur sampai saat
ini masih digunakan sebagai
tempat upacara keagamaan Budha yaitu waisak dan ada juga pengunjung yang mekulakan ziarah di Candi
Borobudur ini. Untuk bidang ekonomi keberadaan Candi Borobudur sangat bembantu
masyarakat setempat. Dimana Candi Borobudur menjadi lapangan pekerjaan.