Selasa, 07 Agustus 2012

Candi Borobudur



 Sejarah Singkat
Banyak buku-buku sejarah yang menuliskan tentang Candi Borobudur akan tetapi kapan Candi Borobudur itu di dirikan tidaklah dapat di ketahui secara pasti namun suatu perkiraan dapat di peroleh dengan tulisan singkat yang di pahatkan di atas pigura relief kaki asli Candi Borobudur ( Karwa Wibhangga ) menunjukan huruf sejenis dengan yang di dapatkan dari prasati di akhir abad ke-8 sampai awal abad ke-9 dari bukti-bukti tersebut dapat di tarik kesimpulan bahwa Candi Borobudur di dirikan sekitar tahun 800 M. Kesimpulan tersebut di atas itu ternyata sesuai benar dengan kerangka sejarah Indonesia pada umumnya dan juga sejarah yang berada di daerah Jawa Tengah pada khususnya periode antara abad ke-8 dan pertengahan abad ke-9 di terkenal dengan abad Emas Wangsa Syailendra kejayaan ini di tandai di bangunnya sejumlah besar candi yang di lereng-lereng gunung kebanyakan berdiri khas bangunan hindu sedangkan yang bertebaran di dataran-dataran adalah khas bangunan Budha tapi ada juga sebagian khas Hindu. Dengan demikian dapat di tarik kesimpulan bahwa Candi Borobudur di bangun oleh wangsa Syailendra yang terkenal dalam sejarah karena karena usaha untuk menjungjung tinggi dan mengagungkan agama Budha Mahayana.
Demikian karena terbengkalai tak terurus maka lama-lama di sana-sini tumbuh macam-macam tumbuhan liar yang lama kelamaan menjadi rimbun dan menutupi bangunannya. Pada kira-kira abad ke-10 Candi Borobudur terbengkalai dan terlupakan. Baru pada tahun 1814 M berkat usaha Sir Thomas Stamford Rafles Candi Borobudur muncul dari kegelapan masa silam. Rafles adalah Letnan Gubernur Jendral Inggris, ketika Indonesia di kuasai/dijajah Inggris pada tahun 1811 M-1816 M. Pada tahun 1835 M seluruh candi di bebaskan dari apa yang menjadi penghalang pemandangan oleh Presiden kedua yang bernama Hartman, karen begitu tertariknya terhadap Candi Borobudur sehingga ia mengusahakan pembersihan lebih lanjut, puing –puing yang masih menutupi candi di sigkirkan dan tanah yang menutupi lorong – lorong dari bangunan candi di singkirkan semua shingga candi lebih baik di bandingkan sebelumnya.   

Kondisi Geografis
Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis terletak di 70.361.2811 LS dan 1100.121.1311 BT. Lingkungan geografis Candi Borobudur dikelilingi oleh Gunung Merapi dan Merbabu di sebelah Timur, Gunung Sindoro dan Sumbing di sebelah Utara, dan pegunungan Menoreh di sebelah Selatan, serta terletak di antara Sungai Progo dan Elo. Candi Borobudur didirikan di atas bukit yang telah dimodifikasi, dengan ketinggian 265 dpl.

Batas wilayah Desa Borobudur sebelah utara Desa Bumiharjo dan mengalir Sungai Progo yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Mungkid, sebelah timur Desa Wanurejo, sebelah selatan Desa Tuksongo, sebelah barat Desa Karangrejo dan Desa Wringin Putih

 Kondisi Demografis
 Mayoritas penduduk Desa Borobudur beragama Islam. Jemaah Muhamadiyah banyak terdapat di sebelah barat dan utara candi, sedangkan jemaah NU banyak berada di sebelah timur dan selatan candi. Selain itu terdapat juga pemeluk agama Katholik yang gerejanya berada di dusun Ngaran.
Kondisi Budaya
Candi Borobudur merupakan hasil kebudayaaan indonesia yang sangat berharga dan menujukan adanya nilai yang sangat tinggi yang dapat dilihat dari seni bangunan, seni rupa, yang terdiri dari seni lukis, termasuk relief, seni patung, dan seni kerajinan. Dilihat dari segi sosial Candi Borobudur ini dapat dijadikan sebagai sarana sosialisasi bagi masyarakat sekitarnya menjadikan Candi Borobudur sebagai objek wisata budaya membawa dampak positif terhadap bangunan dan situsnya, perlindungan dan pelestarian sumber daya budaya ini semakin diperhatikan. Pemintakatan (zonasi) yang dilakukan di situs Candi Borobudur merupakan salah satu upaya untuk melindungi Candi Borobudur dari kerusakan baik yang disebabkan oleh faktor manusia dan binatang maupun fatktor alam.
Dampak ekonomi dalam konteks penelitian ini adalah aktivitas-aktivitas baru untuk memperoleh penghasilan atau sarana untuk bertahan hidup, yang muncul sebagai akibat adanya perubahan pemanfaatan Candi Borobudur setelah dilaksanakannya pemugaran.
Aktivitas untuk memperoleh penghasilan ini dapat berupa pola-pola baru, misalnya tukar-menukar barang ataupun jasa seperti munculnya rumah-rumah makan, hotel, pengasong, dan industri kerajinan. Jika ada dampak ekonomi positif seperti dikemukaan di atas, tentu saja ada juga dampak negtifnya. Dampak negatif terjadi pada beberapa orang yang tanahnya harus dibebaskan untuk pembangunan Taman Wisata Candi Borobudur. Sebagian dari mereka ada yang dapat ditampung sebagai karyawan taman wisata tersebut, sebagian lagi mendapat prioritas untuk memperoleh tempat berjualan atau membuka usaha di sekitar taman wisata, sedangkan sebagian yang lain hanya memperoleh ganti rugi. Mereka yang termasuk dalam kategori terakhir inilah yang tampak memperoleh dampak negatif 
Hasil Pengamatan Dan Penelitian 
Berdasarkan prasasti berangka Tahun 824 M dan Prasasti Sri Kahulunan 842 M, pendiri Candi Borobudur adalah Smaratungga yang memerintah tahun 782-812 M pada masa dinasti Syailendra. Candi Borobudur dibangun untuk memuliakan agama Budha Mahayana. Menurut Raffles berdasarkan keterangan yang ia kumpulkan dari masyarakat luas, Budur merupakan bentuk lain dari budo yang dalam bahasa Jawa berarti kuno. Tetapi bila dikaitkan dengan Borobudur berarti boro jaman kuno, jelas tidak mengandung suatu pengertian yang dapat dikaitkan dengan Candi Borobudur. Maka raffles menampilkan keterangan yang lain yakni boro berarti agung dan budur disamakan dengan budha. Maka dengan demikian Borobudur berarti sang budha yang agung. Namun bhara dalam bahasa Jawa konu dapat diartikan banyak, maka Borobudur berarti budha yang banyak. Jika dikaji dengan teliti maka keterangan yang dikemukakan Raffles memang tidak ada yang memuaskan “boro jaman kuno” kurang mengena “sang budha yang agung” maupun “budha yang banyak” kurang mencapai sasaran. Perubahan kata budha menjadi budur misalnya, perubahan demikian dapat diterangkan dari segi ilmu bahasa, karena sukar diretima. Inilah sebabnya banyak usaha lain untuk member tafsiran pada Candi Borobudur dengan tepat.
Candi Borobudur memiliki 10 tingkat yang terdiri dari 6 tingkat berbentuk bujur sangkar, 3 tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Di setiap tingkat terdapat beberapa stupa. Seluruhnya terdapat 72 stupa selain stupa utama. Di setiap stupa terdapat patung Buddha. Sepuluh tingkat menggambarkan filsafat Buddha yaitu sepuluh tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha di nirwana. Kesempurnaan ini dilambangkan oleh stupa utama di tingkat paling atas. Struktur Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur mandala yang menggambarkan kosmologi Buddha dan cara berpikir manusia.
Kamadhatu adalah Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah".
Rupadhatu adalah Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada dindingnya dihiasi galeri relief oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas.
Arupadhatu adalah Berbeda dengan lorong-lorong Rupadhatu yang kaya akan relief, mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana.
Papan Larangan pada Candi Borobudur
Pada Candi Borobudur terdapat larangan-larangan yang berlaku untuk pengunjung yaitu dilarang duduk pada stupa, dilarang membawa makanan dan minuman, dilarang memanjat, dilarang membawa binatang, dilarang merokok dan lain-lain. Larangan ini diberlakukan untuk menjaga kondisi candi agar tidak cepat rapuh. Setiap pengunjung yang masuk ke Candi Borobudur diharuskan memakai kain batik yang telah disediakan oleh petugas. Ini bertujuan untuk melestarikan budaya dan memperkenalkan batik kepada wisatawan mancanegara.
Penduduk di sekitar Candi Borobudur mayoritas menganut agama Islam, ini disebabkan karena agama Budha meninggalkan Borobudur akibat terjadinya bencana alam. Candi Borobudur sampai saat ini masih digunakan sebagai tempat upacara keagamaan Budha yaitu waisak dan ada juga pengunjung yang mekulakan ziarah di Candi Borobudur ini. Untuk bidang ekonomi keberadaan Candi Borobudur sangat bembantu masyarakat setempat. Dimana Candi Borobudur menjadi lapangan pekerjaan.